Monumen Nasional Taman Pujaan
Bangsa Margarana
Sejarah Bisu Perang Puputan
Margarana
gambar perang puputan margarana |
Monumen
Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana Dibangun sebagai momentum untuk
mengenang Perang Puputan Margarana yang berlangsung pasca kemerdekaan
Indonesia, yakni pada tanggal 20 November 1946 dilakukan oleh Pahlawan Nasional
bernama I Gusti Ngurah Rai. Perang Puputan Margarana memiliki makna Puputan
yang berarti habis-habisan, Sedangkan Margarana berarti Pertempuran di daerah Marga, Tabanan, Bali. Jadi Perang Puputan
Margarana adalah Perang habis-habisan masyarakat Bali yang terjadi di Marga
Tabanan.
Di
dalam buku "Jejak-jejak Pahlawan" yang ditulis oleh Sudarmanto. Dalam
buku itu diceritakan setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 17 Agustus 1945,
Kolonel Gusti Ngurah Rai menerima tugas membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat)
di daerahnya untuk menghadang agresi Belanda yang ingin kembali menguasai Bali
setelah Jepang hengkang karena kalah dalam Perang Dunia II. Ngurah Rai kemudian
membentuk pasukan Sunda Kecil bernama Ciung Wanara.
Gambar i gusti ngurah rai |
I Gusti Ngurah Rai pergi ke
Yogyakarta untuk berkonsultasi dengan Markas Besar TKR di Yogyakarta sebagai
pusat pemerintahan waktu itu. Sekembalinya I Gusti Ngurah Rai dari Yogyakarta, ternyata Belanda sudah mendarat di
Bali. Di sisi lain pasukan Ciung Wanara yang dibentuk Ngurah Rai telah tercerai
berai menjadi pasukan-pasukan kecil. Lalu usaha pertamanya adalah mengumpulkan
pasukannya itu.
Belanda
awalnya mengajak I Gusti Ngurah Rai bekerja sama dalam upaya pendudukan
tersebut. Hal itu nampak dalam surat Kapten J.M.T Kunie kepada I Gusti Ngurah
Rai yang intinya berisi mengajak berunding tetapi ajakan kerja sama itu justru
ditolak oleh I Gusti Ngurah Rai. Mendapat penolakan dari I Gusti Ngurah Rai
Belanda menambah bala bantuan pasukan dari Lombok, tujuannya untuk menyergap
pasukan Ngurah Rai di Tabanan. Sang colonel I Gusti Ngurah Rai yang mengetahui pergerakan Belanda itu
langsung memindahkan pasukannya ke Desa Marga. Mereka menyusuri wilayah ujung
timur Pulau Bali, termasuk melintasi Gunung Agung.
Upaya tersebut diketahui oleh
pasukan Belanda dan akhirnya mengejar mereka. Pada 20 November 1946, di Desa
Marga pasukan Ngurah Rai dan pasukan Belanda bertemu hingga akhirnya terjadilah
pertempuran sengit. Dalam pertempuran itu pasukan Ciung Wanara berhasil memukul
mundur pasukan Belanda. Bala bantuan pasukan Belanda datang dengan jumlah
besar, dilengkapi persenjataan lebih modern serta didukung kekuatan pesawat
tempur. Kondisi pun berbalik, pasukan Ngurah Rai malah terdesak karena kekuatan
tidak seimbang itu.
Ketika
hari beranjak malam, pertempuran itu antara pasukan Ngurah Rai dan Belanda
tidak juga berhenti. Pasukan Belanda juga kian brutal dengan menggempur pasukan
Ciung Wanara dengan meriam dan bom dari pesawat tempur. Hingga akhirnya pasukan
Ciung Wanara terdesak ke wilayah terbuka di area persawahan dan ladang jagung
di kawasan Kelaci, Desa Marga. Dalam kondisi terdesak itu Ngurah Rai
mengeluarkan perintah Puputan atau pertempuran habis-habisan.
gambar perang puputan margarana |
Monumen
Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana dibangun pada tahun 1954, delapan tahun
setelah peristiwa heroik Puputan Margarana. Memiliki luas areal mencapai 25
hektar, menampung 1.342 nisan pahlawan perang kemerdekaan Indonesia di
Bali. Di bagian tengah Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana
terdapat Candi atau Tugu Pahlawan Margarana berdiri megah
setinggi 17 meter, dengan atap tumpang atau bertingkat 8 serta pondasi persegi
5 yang melambangkan proklamasi RI 17 Agustus 1945. Pada candi ini terpahat
secara berangkai isi surat jawaban I Gusti Ngurah Rai kepada Belanda. Surat
tersebut menggambarkan kebesaran jiwa perjuangan dan patriotisme bangsa
Indonesia yang menolak tunduk kepada NICA.