Endang
Ernawati pendiri Museum Layang-layang Indonesia mengatakan, selama ini di
Indonesia memang tidak ada referensi tentang layang-layang. Menurutnya, karena
sejak dulu budaya Indonesia bukan budaya menulis, tapi bercerita. erat
kaitannya dengan budaya setempat. Di Jawa dan Bali misalnya, menerbangkan
layangan merupakan sebagai bentuk berterimakasih pada Sang Pencipta.
"Makanya ada istilah Lare Angon di Jawa dan Rare Angon (penggembala) di Bali. Merekalah yang menerbangkan layangan di ladang," katanya.
"Makanya ada istilah Lare Angon di Jawa dan Rare Angon (penggembala) di Bali. Merekalah yang menerbangkan layangan di ladang," katanya.
Memudarnya
tradisi ini di Jawa, karena terlalu banyak budaya masuk ke tanah jawa setelah
kerajaan Majapahit runtuh. "Di Jawa karena juga sudah masuk Agama Islam
maka tradisi itu luntur dan tidak ada regenerasi,Sementara di Bali,masih
lestari hingga sekarang karena agama Hindu yang merupakan agama kerajaan dulu,
masih berjaya.
Layang-layang
dan juga tradisi Melayangan sangat erat kaitannya dengan cerita rare angon,
Dipercaya bahwa Dewa Siwa dalam manivestasinya sebagai Rare angon merupakan
Dewa Layang-layang.Pada musim layangan atau setelah panen di sawah Rare angon
turun ke Bumi diiringi dngen tiupan seruling bertanda untuk memanggil sang
angin.Rare Angon berarti anak gembala, setelah musim panen para prtani terutama
anak gembala mempunyai waktu senggang yang mereka gunakan untuk senang-senang.
Sambil menjaga ternaknya salah satu permainan yang sering mereka lakukan adalah
bermain Layang-layang.
Saat
ini ” melayangan”
masih sering dilaksanakan oleh masyarakat bali, baik anak-anak sampai
orang dewasa. Dibuktikan dengan banyaknya diadakan kompetisi layangan dan
“seka”, grup layangan di bali.
Bentuk
layang-layang Tradisional dari dulu tidak berubah hanya teknik pembuatanya yang
berkembang itu karena masyarakat bali menghormati apa yang telah diberikan oleh
leluhur secara turun-temurun. layang Be-bean, Pecukan dan janggan merupakan
tiga jenis Layang-layang Tradisiolan Bali yang sudah sangat dikenal.
1 Layangan Bebean
Be
yang berarti Ikan, layang-layang Be-bean berarti layangan berbentuk seekor
Ikan. bagaikan ikan yang berenang dan menari-nari dalam air dan juga memiliki
suara guangan yang indah, hidup Ikan selalu tergantung pada
air,sinar,tanah,Udara dan angkasa yang kesemuanya itu merupakan unsur Maha di
beberapa daerah di Bali layangan
ini disebut "layangan kepes,bahkan di Desa Mengwi layangan ini
disebut layangan
Potongan Badung dan Di wilayah sanur juga memiliki bebean khas daerah sanur
yang memiliki sedikit perbedaan dari be-bean daerah lain.
Layangan
ini sangat simple, nama Pecuk diambil karena layang-layang ini mempunyai 4
sudut dan bentuknya menekuk yang dalam bahasa Bali adalah Pecuk. layangan
ini sangat lincah di udara dan bisa menyambar nyambar jadi dibutuhkan keahlian
khusus untuk menerbangkannya. Pecukan ini dapat dibandingkan dengan Ulu Chandra
yaitu Windu, Merupakan Wijaksana simbol Hyang Widhi Wasa., dalam festival
laying-layang ini di nilai berdasarkan keahlian orang yang menerbangkannya dan
ketahanan layangan ini berada diudara.
Janggan
merupakan layangan sakral salah satu layangan yang dipercaya sebagai naga sang
penjaga kestabilan dunia. Menurut mitos, bumi ditopang oleh seekor kura-kura
raksasa bernama benawang nala. Dan bumi tersebut dikelilingi oleh tubung seekor
naga bernama naga besuki. Naga itulah yang diabadikan menjadi layangan janggan.
janggan terlihat menarik dengan hiasan ekornya yang bisa mencapai ratusan
meter,
Layangan
Janggan adalah layang-layang adat Bali yang sakral. Sebelum dan sesudah
diterbangkan, layangan ini harus disucikan terlebih dahulu. Seperti halnya
Layang janggan krama banjar Yangbatu Kangin yang merupakan wahana dari Ida
Betara Ratu Ayu Mas Anglayang sebagai perwujudan Ida Betara Siwa yang mengayomi
dan memberikan kehidupan kepada seluruh masyarakat.
Sumber : ngacir/2012/Tradisi unik layangan bali
Satria wibawa/2014/Sejarah Layangan
Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar