Raksasa Kalarau Cerita Bulan Kepangan
Raksasa kalarau Cerita Bulan Kepangan |
Bulan Kepangan (Gerhana
Bulan) terjadi ketika posisi Bumi berada di antara Bulan dan
Matahari, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi
oleh Bumi. Di bali Gerhana Bulan
memilki cerita tersendiri tentang bagaimana bisa terjadinya Gerhana Bulan. Cerita Gerhana Bulan tidak lepas dari cerita Raksasa Kalarau, cerita yang sangat
terkenal di kalangan masyarakat bali.
Raksasa
Kalarau putra dari sang Wipracitti dan sang Singhika merupakan Raksasa
yang terbentuk dari sebuah kepala tanpa
badan. sosok raksasa yang abadi karena ikut meminum tirta amerta (air
keabadian) saat menyamar menjadi dewa dalam pembagian tirta amerta (air suci
kehidupan/keabadian.)
Berawal dari pemutaran gunung Mandara
Giri oleh para dewa, dan raksasa di lautan Ksirarnawa untuk mendapatkan “Tirtha
Amertha” atau Tirtha Kamandalu air suci yang dapat membuat seseorang hidup
abadi. Dalam pengadukan lautan susu tersebut, Dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura
sebagai penyangga gunung Mandara agar gunung tersebut tidak tenggelam. Naga
Basuki membelit gunung tersebut sebagai tali yang kemudian ditarik oleh Para
Dewa dan Raksasa. Ditarik secara beraturan sehingga gunung Mandara mengaduk
lautan Ksirarnawa. Dengan semangatnya para dewa, dan raksasa berusaha mengaduk
lautan Ksirarnawa dengan memutar gunung Mandara. Lautan menjadi bergemuruh, Setelah
itu keluarlah berbagai dewi, binatang, dan berbagai harta karun bertuah.
Akhirnya, keluarlah Dewi Dhanwantari membawa kendi yang berisi tirta amerta. Harta Karun pun dibagikan kepada para Dewa dan
raksasa. Raksasa menuntut tirta amerta
dimiliki oleh mereka. Tirta amerta pun kemudian dikuasai oleh para raksasa.
Melihat tirta amerta berada di
tangan raksasa, Dewa Wisnu menjadi khawatir dan memikirkan siasat untuk
merebutnya. Dewa Wisnu pun mengubah wujudnya menjadi seorang dewi cantik
bernama Mohini untuk memikat hati para raksasa. Mereka pun akhirnya terpikat
oleh kecantikan Mohini dan menyerahkan tirta amerta tersebut kepadanya. Setelah
mendapatkan tirta amerta, dewi Mohini pun lari sembari berubah wujud menjadi
Dewa Wisnu.
|
Maka pada suatu waktu di saat sang
dewi berjalan-jalan di angkasa, Raksasa
Kalarau mencoba mengejarnya mendekap dengan cara menelannya. Manusia di
bumi yang mengetahui bahwa badan Raksasa
Kalarau yang jatuh kebumi menjadi kentongan berusaha menolong Dewi Ratih Untuk
mengalihkan perhatian Kala Rau, masyarakat Bali memuku-mukul kentongan agar ia
mengurungkan niatnya menelan Dewi Ratih Kalaupun dewi bulan berhasil ditelan
oleh Kala Rau, tentunya ia akan keluar lagi melalui leher yang putus itu.
Begitulah setiap Raksasa Kalarau
menelan Dewi Ratih terjadilah Gerhana
Bulan
Itulah cuplikan kisah tentang
terjadinya gerhana, khususnya gerhana bulan, yang masih diyakini masyarakat
Hindu di Jawa dan Bali. Rau atau Rahu menurut astronomi Hindu adalah salah satu
“planet” hasil perpotongan orbit bulan dan ekliptika (lintasan matahari).
Menurut astronomi Hindu ada sembilan planet (nawagraha) yang mengelilingi Bumi
(faham geosentris), yaitu Aditya (Matahari), Candra (Bulan), Manggala (Mars),
Budha (Merkurius), Brhaspati (Yupiter), Sukra (Venus), Sani (Saturnus), Rahu
(simpul atas), dan Ketu (simpul bawah). Urutan nam-nama planet, kecuali Rahu
dan Ketu, diadopsi menjadi nam-nama hari dalam pekan tujuh hari (saptawara),
yaitu Aditya (Minggu), Candra atau Soma (Senin), Manggala atau Anggara
(Selasa), Budha (Rabu), Brhaspati atau Guru (Kamis), Sukra (Jumat), Sani atau
Sanescara (Sabtu).
Dalam cerita memiliki makna keimanan
dalam diri setiap orang. Musnahkan sifat-sifat raksasa dalam diri, jangan menjadi
Raksasa Kalarau (Nuju Peteng/ketika
kegelapan datang). Orang yang berilmu pengetahuan hendaknya seperti bulan
Purnama, memberi kesejukan dan penerangan bagi semuanya.
dikutip dari banyak sumber//