Tradisi Perang Tipat Bantal di Desa Kapal, Mengwi
Di Desa Tengan punya tradisi Perang Biu atau Pisang, Desa Kapal pun punya yaitu Perang tipat bantal,
Jika ditulis, kira-kira kejadian seperti ini, tampak puluhan laki-laki dewasa bertelanjang dada memenuhi jalan.
Jika ditulis, kira-kira kejadian seperti ini, tampak puluhan laki-laki dewasa bertelanjang dada memenuhi jalan.
Ada dua kolompok yang akan berperang. Mereka saling berhadapan dengan jarak sekitar 10 meter. Tinggal menunggu aba-aba mereka siap berperang, dengan puluhan ketupat di tangan kanan dan kiri sebagai amunisi.
Jalan ditutup para penonton sedikit bergeser pertanda perang akan dimulai. Aba-aba diberikan perang pun dimulai, aksi saling lempar melempar ketupat tidak terelakan.
Begitu riuh, tipat berterbangan di udara, ribuan tiput berhamburan di jalan raya, layaknya berperang sungguhan, ada yang menyerang, ada pula yang bertahan. Ribuan ketupat melayang di udara. Bahkan tak sedikit peserta yang terkena lemparan ketupat.
Kira-kira 20 menit berlangsung perang pun usai. seluruh peserta, warga desa juga orang orang yang berada disana berbarengan tertawa dan bercerita lalu saling berjabat tangan , berpelukan dengan suka cita dan tidak ada dendam di antara mereka.
Bertempat di Pura Desa Kapal Perang Tipat bisa juga disebut Aci Rah Pengangon diselenggarakan sebagai ucapan syukur dan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas hasil panen, terhindar dari kekeringan,
Juga doa untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Bendesa adat, Kapal Anak Agung Gede Dharmayasa, mengatakan, makna dari ritual ini adalah “tipat dan bantal itu harus dilemparkan ke atas dari dua sisi kelompok dan diharapkan bertemu.
Tipat merupakan lambang feminim dan bantal merupakan lambang maskulin. Pertemuan antara tipat dan bantal itu merupakan pertemuan maskulin dan feminim. Laki-laki dan perempuan ketika bertemu akan melahirkan kehidupan,” kata Dharmayasa.
Sejarah Perang Tipat ini sesuai perintah (bhisama) Ki Kebo Iwa sejak tahun 1263 atau tahun 1341 masehi dan pertama kali dilakukan pada tahun 1337 oleh masyarakat lokal Kapal yang masih dilakukan sampai saat ini beregenerasi secara turun-temurun.
Tradisi Perang Tipat ini Pelaksanaannya diawali dengan melakukan upacara sembahyang bersama oleh seluruh warga desa di pura setempat.
Pada saat upacara tersebut berlangsung, sambil membaca mantra mantra pemangku adat memercikan air suci keseluruh warga peserta Perang Tipat lalu berdoa memohon kepada Hyang Widhi agar upacara Perang Ketupat bisa suksess dan memberikan kesejahteraan dan keselamatan para warga desa.
Dan perang ketupat di akhiri dengan saling gotong royong warga membersihkan jalan raya yang dihiasi dengan ketupat yang berserakan yang tadi dijadikan tempat perang ketupat atau Aci Rah Pengangon