“Ogoh-ogoh” penamaan
ogoh-ogoh diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa bali, artinya sesuatau
yang di goyang-goyangkan,”ogah-ogah, ogoh-ogoh, kala-kali lumamapah/ogah-ogah,
ogoh-ogoh, ngiterin dese” salah satu lirik lagu wajib di hari pengerupukan satu
hari sebelum perayaan nyepi.
Gambar ogoh-ogoh banjar anggarkasih sanur tahun 1985 |
Ogoh-ogoh
sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi.
Sejak tahun 80-an, umat hindu mengusung ogoh-ogoh yang dijadikan satu dengan
acara mengelilingi desa bertujuan agar buta kala yang merupakan manifestasi
unsur-unsur negatif yang ada di sekitar
desa agar ikut bersama ogoh-ogoh yang nantinya ogoh-ogoh akan dilebur atau
dibakar.
gambar barong landung |
gambar ogoh-ogoh bali |
Ogoh-ogoh adalah seni patung dalam
kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Khala. Rupa mereka direka
sedemikian rupa dengan variasi bentuk menyeramkan. Ada yang berwujud raksasa,
perjelmaan dewa-dewi dalam murti-nya, mengambil tokoh dari cerita pewayangan
atau memakai figur-figur yang sedang populer. Ogoh-ogoh merupakan cerminan
sifat-sifat negatif pada diri manusia.
Dampak positif dari perayaan ini
seperti menjadi hiburan ter sendiri bagi umat hindu dan non hindu, menarik
banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri, karena ogoh-ogoh adalah sebuah
patung yang sangat besar maka di butuhkan banyak orang untuk mengaraknya dari
sanalah rasa persatuan dan kesataun diantara umat hindu, dalam pebuatan
ogoh-ogoh yang mengandung unsur seni dapat menghidupkan kreatifitas pada pemuda
bali.