Senin, 29 Februari 2016

Janger Kolok Desa Bengkala Yang Mendunia

gambar desa bengkala, buleleng
gambar desa bengkala

Desa Bengkala
Berdasarkan sumber dari prasasti desa bengkala didirikan bulan crawana atau juli saka 1103 atau pada tanggal 22 juli 118,berada di hutan utara bali terletak di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali.

Raja desa bengkala pada saat itu bernama Sri Maha Raja Haji Jaya Pangus. Desa bengkala dahulu bernama desa Krama Kemudian berubah menjadi desa bengkala.

Di desa bengkala dibagi menjadi lima banjar yaitu Punduh Jero, Tihing, Basta, Asem, Kutuh, dan Coblong.

gambar aktifitas warga kolok desa bengkala
gambar aktifitas warga kolok desa bengkala

Fenomena Kolok di Desa Bengkala.
Kolok dalam bahasa lokal berarti bisu selain itu masyarakat juga memiliki kekurangan yaitu tuli.

Menurut keyakinan masyarakat fenomena kolok awalnya terjadi pada tahun 1940 an. pada saat itu desa didatangi seorang kolok, dan masyarakat meyakini bahwa orang kolok tersebut merupakan titisan mahluk halus.

Diteliti berdasarkan pohon silsilah lima generasi yang berasal dari dokumen berbahasa Sanskerta abad ke-13 diketahui, bahwa kolok Bengkala bersumber pada mutasi genetis. 

Tetapi keterangan ini masih belum jelas kapan dan siapa yang pertama mengalami mutasi gen yang merupakan rangkaian kode penentu sifat kolok yang diwariskan secara turun-temurun. 

Diyakini juga fenomena kolok ini juga berasal dari mitos, aksi demo yang dilakukan masyarakat karena raja pada saat itu menetapkan tarif pajak yang tinggi.

Aksi demo dilakukan dengan jalan tidak bicara atau membisu, akhirnya raja mengutuk warga dengan kutukan kolok untuk seterusnya.

Fenomena kolok desa bengkala sudah terkenal hingga mancanegara, ini dibuktikan dengan banyaknya peneliti dari luar ataupun dalam negeri yang sudah datang meneliti.

Tapi tidak ada yang bisa menjawab penyebab dari fenomena kolok di desa bengkala.

Kini tercatat warga bengkala yang mengalami bisu-tuli berjumlah 50 orang di antara jumlah penduduk 2.276 jiwa. 

Memang sedikit tapi bukan hal yang normal, karena umumnya hanya terjadi 1 di antara 10 ribu kelahiran. 

Fakta memprihatinkan di Desa Bengkala tersebut menjadikan desa itu sebagai kampung tertinggi jumlah warga yang mengalami kelainan bisu-tuli (kolok) di Bali.


sekolah warga kolok sd negeri 2 bengkala
sekolah warga kolok sd negeri 2 bengkala

Pendidikan Untuk Warga Yang Kolok
Desa bengkala memiliki sekolah khusus bagi siswa yang kolok, dibangun pada tanggal 19 Juli 2007 bernama SDN 2 Bengkala.

Menurut kepala sekolah SDN 2 Bengkala Munculnya kelas inklusi yang menghadirkan siswa kolok dari desa setempat membuat sekolah itu pun mau tidak mau harus mempersiapkan guru yang memang mengerti bahasa siswa khusus tersebut. 

Agar transfer ilmu bisa terjadi dari guru ke murid, guru pendamping itu sekaligus dibutuhkan untuk mengetahui persis psikologis para siswa kolok.

Warga Kolok Desa Bengkala Yang Rajin.

Sebagaimana mata pencaharian warga Bengkala pada umumnya, mata pencaharian Orang Kolok sama seperti warga lainya.

Warga kolok juga mempunyai organisasi atau kelompok kerja yaitu kelompok gali kubur dan kelompok tukang potong kayu.

Karena keterbatasan dan kehidupan warga kolok yang tergolog miskin maka kepedulian masyarakat membantu dengan cara membebaskan warga kolok dari segala bentuk iuran wajib untuk upacara adat yang memang mahal.

gambar seka janger kolok
gambar grup janger kolok

Warga Kolok Yang Pandai Mejangeran
Keterbatasan tidak menghalangi seseorang untuk berkarya seni. Seperti halnya warga kolok selain bekerja mereka juga rutin berlatih seni khususnya janger.

Bahkan saking seriusnya mereka memiliki grup janger kolok, baca juga janger maborbor.

Janger ini semakin menarik jika dilakukan oleh orang yang memiliki keterbatasan bisu dan tuli.

Tidak dapat mendengarkan suara tabuh gamelan bagaimana bisa menari??

Kenyataanya mereka bisa menarikanya bahkan sering di undang untuk mengisi acara di berbagai tempat dan hotel-hotel ternama di bali .

gambar grup janger kolok
gambar grup janger kolok

Bahkan, tarian janger mereka pernah dijadikan film documenter oleh senias muda asal singaraja bernama Putu Satria Kusuma yang mendukung ketenaran warga kolok desa bengkala hingga dikenal dunia.

Dan berhasil meraih juara dua dalam ajang Festival Film Kearifan Budaya Lokal 2010 yang digelar oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film.

Sumber//banyak sumber

Sabtu, 27 Februari 2016

Pura Tamba Waras Manisfestasi Tuhan Sebagai Obat Alam Semesta

gambar pura tamba waras
gambar pura tamba waras


Sejarah Pembangunan Pura Tamba Waras
Diceritakan pembangunan pura ini berkaitan dengan sakit keras yang diderita cokorda tabanan yaitu raja tabanan pada masa itu.

Abdi kerajaan menerima petunjuk secara gaib, obat yang dibutuhkan raja ditandai dengan asap mengepul sebagai petunjuk.

Abdi kerjaan pun melakukan perjalanan ke hutan gunung batukaru, dijumpailah asap mengepul dari sebuah kelapa di dalam rumpun bambu.

Ini persis seperti petunjuk gaib yang diterima abdi kerajaan. Abdi kerajaan lalu memohon obat untuk menyembuhkan raja di tempat tersebut.

Singkat cerita obat pun didapat, obat itu dibawa dan di berikan kepada raja tabanan yang sedang sakit keras. Obat tersebut manjur dan raja sembuh seperti sedia kala.

Dan di tempat tersebut lalu dibangun tempat pemujaan bernama Pura Tamba waras yang memiliki makna tamba berarti obat dan waras artinya sehat atau normal kembali.

Diyakini jika memiliki penyakit yang berhubungan dengan niskala niscaya bisa diobati di pura ini, tapi harus dibarengi dengan niat yang tulus untuk meminta kesehatan.

Jadi pura luhur tamba waras ini bermaka sebagai tempat pemujaan untuk kekuatan ida sang hyang widhi wasa sebagai tempat obat, kerahayuan, kesehatan, kebijaksanaan untuk mencapai kesejahteraan.

Kawasan Pura Luhur Tamba Waras

gambar pura tamba waras
gambar pelinggih pura tamba waras

Pura ini terletak di lereng sebelah selatan Gunung Batukaru , di atas ketinggian sekitar 725 meter dari permukaan laut dibangun sekitar abad ke-12, tepatnya di Desa Sangketan, Penebel, Tabanan.

pura luhur tamba waras dikelilingi oleh hutan cagar alam yang tumbuh alami dan rindang sehingga keberadaan pura ini begitu menyejukan.

berstatus sebagai Sad Kahyangan Jagat Bali. Di sekitar kawasan pura luhur tamba waras juga terdapat Pura Luhur Muncaksari , Pura Luhur Batukaru, Pura Patali dan Pura Besikalung.

Kesempurnaan antara kedua sisi ini dapat memperkuat alam semesta. 

Dengan demikian Pura Luhur Tamba Waras merupakan satu kekuatan penyangga keutamaan fungsi Ida Batara Sang Hyang Tumuwuh yang berstana di Pura Luhur Batukaru.

Rangkaian Pemelastian
gambar piodalan pura tamba waras
gambar melasti pura tamba waras

Rangkaian piodalan pemelastian dilakukan dengan waktu yang relative lama yaitu memakan waktu tiga hari perjalan dari pura luhur tamba waras menuju segara di tanah lot.

Selamaperjalanan ide bhatara akan menetap di beberapa pura masandekan di Pura Puseh Desa Wanasari, Pura Pesimpangan Kuwuban Luhur Batukaru lalu mekemit atau bermalam di Pura Desa Adat Kota Tabanan.

Lalu keesokan harinya kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai Tanah Lot dengan sebelumnya masandekan di Pura Desa Adat Demung dan Pura Dangin Bingin.

Sekembalinya dari melasti marerepan di Pura Puseh kembali.

Kemudian pada hari ketiga, baru dilakukan prosesi mamendak Ida Batara rawuh dari melasti di Pura Luhur Tamba Waras.

Perjalanan panjang pemelastian ini dapat memupuk kebersamaan dalam penyelenggaraan karya, terbentuk rasa kekeluargaan serta  menciptakan rasa damai di kalangan umat pengempon Pura Luhur Tamba Waras.

Jumat, 26 Februari 2016

Tari Sanghyang Janger Maborbor Tarian Sakral Desa Adat Yangapi


Tari Sanghyang Janger Maborbor
gambar Tari Sanghyang Janger Maborbor

Desa adat Yangapi kabupaten Bangli menyimpan suatu tradisi unik yang dilakukan sebagai pelengkap kegiatan ritual di Pura Masceti dan sejumlah pura lainnya yaitu Tari Sanghyang Janger Maborbor, baca juga janger kolok

Tari Sanghyang Janger Maborbor diyakini merupakan salah satu jenis pertunjukan tradisional yang diselenggarakan pada saat desa terserang wabah penyakit yang bersifat skala maupun niskala.


Asal Usul Tarian Sanghyang Janger Maborbor
gambar Tari Sanghyang Janger Maborbor
gambar Tari Sanghyang Janger Maborbor
Menurut cerita turun temurun masyarakat tarian Sanghyang Janger Maborbor ini berasal dari Dusun Bukti.

Tepatnya di Pura Manik Angkeran dan lama-kelamaan tarian itu menjadi sebuah tarian sakral yang wajib dipentaskan di setiap piodalan.

Para penari ini dalam setiap pertunjukannya selalu dirasuki oleh sesuunan dari pura tersebut sehingga tarian ini tidak lazim dilakukan jika dalam keadaan sadar.

Akhirnya perkembangan tarian ini sampaike desa Metra yang sejak kapan tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat

Tari ini yang sering disebut juga tari ilen-ilen biasanya dilakukan bertepatan dengan piodalan yang datang enam bulan sekali tepatnya pada anggarkasih kulantir di Pura Dalem Metra Desa Pakraman Metra

Masyarakat meyakini tarian sakral ini dapat menghilangkan wabah dan menghindarkan bencan yang akan terjadi.

Perkembangan tarian ini masuk ke jalur pariwisata dimana tarian ini dipertunjukan dalam even Festival Danau Batur tahun lalu

Penari Tarian Sanghyang Janger Maborbor

gambar Tari Sanghyang Janger Maborbor
gambar mesolah sebelum janger maborbor
Sebelum pementasan tari ini terlebih dahulu dipentaskan tari Barong, Rangda, dan Hanoman yang juga terjadi kerahuan dari pemangku.

Ini dilakukan untuk membersihkan secara niskala tempat areal pementasan tarian janger maborbor.

Tari Sanghyang Janger Maborbor dalam tarianya tidak jauh berbeda dengan pertunjukan janger pada umum, biasanya di tarikan oleh 5-10 pasang penari putra dan putri yang belum menginjak dewasa. 

gambar Tari Sanghyang Janger Maborbor
gambar Tari Sanghyang Janger Maborbor

Ditarikan oleh sekelompok penari laki-laki yang disebut Kecak dan sekelompok penari perempuan yang disebut janger. “Maborbor” jika diartikan memiliki makna “dibakar” Karena ritual ini menggunakan media api utamanya makanya dinamakan tradisi Janger Maborbor. 

Di tengah areal tari telah disiapkan bakaran dari serabut kelapa yang pada puncak pertunjukannya nanti beberapa penari dan anggota sekaa janger kesurupan dan bermain-main dengan bara api, memakan dan menyemburkannya.

Kamis, 25 Februari 2016

sejarah Pura Luhur Batukaru Jejak Kekalahan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti Raja Buleleng


pura luhur batukaru, sejarah  pura luhur batukaru
 gambar pura luhur batukaru


Sejarah Pembangunan Pura Luhur Batukaru
Pura Luhur Batukaru dibangun pada abad ke-11 oleh seorang Mpu yang datang dari Pulau Jawa yaitu Mpu Kuturan.

Pura Luhur Batukau sering digunakan untuk meditasi memperoleh kedamaian rohani dan untuk mencapai keseimbangan hidup dengan cara menjaga keseimbangan jiwa, laut, hutan, danau, bumi, dan individu.

Pura Luhur Batukaru adalah pura sebagai tempat memuja Tuhan dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa Maha dewa.

Dewa yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan air secara benar, maka di Pura Batukaru ini disebut sebagai pemujaan Tuhan sebagai Ratu Hyang Tumuwuh atau Tuhan sebagai yang menumbuhkan.

Pura Batukaru juga adalah sebagai Pura Padma Bhuwana yaitu sembilan pura yang terdapat di sembilan penjuru Pulau Bali.

Pura Luhur Batukaru  terletak di kaki selatan Gunung Batukaru dari sanalah nama Pura Luhur Batukaru  berasal tepatnya di Desa Wongaya Cede, Penebel, Tabanan.

gambar ilustrasi raja buleleng, pura luhur batukaru
gambar ilustrasi perjalanan raja buleleng

Kisah Raja Buleleng Ki Gusti Ngurah Panji Sakti
Pada tahun 1959 Pura Luhur Batukaru direnovasi besar-besaran karena diceritakan tahun 1605 Masehi sumber berasal dari kitab Babad Buleleng.

Diceritakan Pura Luhur Batukaru pernah dirusak oleh  Raja Buleleng yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Sakti yang ingin memperluas wilayah dan menyerang kerajaan Tabanan.

Bersama dengan prajuritnya memporak-porandakan Pura Luhur Batukaru. Tapi sesuatu terjadi  Ki Panji Sakti dan prajuritnya malah diserang oleh tawon banyak sekali galak dan menyengat yang datang entah dari mana, yang memukul mundur Ki Panji Sakti dan prajuritnya sehingga tidak bisa menyerang kerajaan Tabanan. baca juga: raksasa luh dan muani di Pura Gunung Lebah Ubud

gambar pura luhur batukaru
gambar pura luhur batukaru dulu dan sekarang

Renovasi Pura Luhur Batukaru
Lalu pada tahun 1977 direnovasi kembali hingga kembali Sampai sekarang  bentuk dan posisi pelinggih tetap asli seperti semula.

Bahkan, tak satu pun ada cat atau pewarna modern yang digunakan. Hal ini dikatakan penglingsir Pura untuk menjaga taksu pura agar tetap terjaga.

Artefak Kuno Di Pura Luhur Batukaru
Selain itu Anda juga akan menemui beberapa artefak kuno yang berupa Menhir dan Palinggih Kampuh (batu berukir atau berbentuk). Artefak-artefak tersebut tersebar di halaman depan Pura Luhur Batukaru ini.
 
gambar sejarah,patung pura luhur batukaru
gambar salah satu patung di pura luhur batukaru

Akan banyak ditemui bangunan menhir dan patung-patung karena pada zaman megalitikum, segala bidang kehidupan masyarakat berpusat pada penghormatan dan pemujaan kepada arwah nenek moyang.

Pada tahun 1928, seorang ahli ilmu arkeologi bernama Dr. R. Goris, pernah mengadakan penelitian di Pura ini
Goris banyak menjumpai patung-patung yang tipenya serupa dengan patung yang terdapat di Goa Gajah yaitu patung yang keluar pancuran air dari pusarnya. 

Bedanya patung di Goa Gajah berdiri, sedangkan yang di Pura Batukaru duduk bersila. Menurut Goris, patung yang terdapat di Batukaru sezaman dengan patung di Goa Gajah baca juga: Sejarah Pura Luhur Sejong Dapur Kebo Iwa


Pantangan di Pura Luhur Batukaru
Ada hal unik yang tidak boleh di langgar di Pura Luhur Batukaru yaitu tidak boleh mengajak anak kecil yang belum ketus gigi atau gigi yang belum tanggal.

Tidak ada sumber tertulis yang menyebutkan larangan ini tetapi masyarakat di Wongaya Gede, sama sekali tidak ada yang berani mencoba untuk melanggar larangan itu.

Menurut Jro Mangku Gede Teken pantangan ini tidak ada hubunganya dengan niskala atau alam gaib.

Dikatakan zaman dulu sebelum ada kemajuan transportasi pamedek pergi ke pura dengan jalan kaki menempuh jarak yang sangat jauh.

Belum lagi ada hutan belantara yang banyak binatang buasnya seperti Singa, Ular, Macan yang sewaktu-waktu bisa memangsanya.

Lebih rasional lagi, ketika ada orang sembahyang dengan khusuk tiba-tiba saja diriuhkan dengan tangisan anak yang tentu saja akan membuyarkan konsentrasi orang sembahyang.

Sanak-anak yang diajak ke pura pada akhirnya akan merengek-rengek minta susu sehingga membuat ibunya membuka gunung kembarnya dihadapan orang banyak, tentunya kurang sedap dipandang orang banyak.

"Logika itu masuk akal juga kalau dikaji dari sisi negatifnya tanpa kita mau tahu apa yang akan terjadi bila anak terus-terusan tidak boleh masuk pura yang penuh dengan nilai kesucian," Jro Mangku menjelaskan.


upacara puja wali di pura luhur batukaru
gambar upacara puja wali di pura luhur batukaru

Upacara Pujawali Di Pura Luhur Batukaru
Biasanya saat pujawali, tidak hanya pemedek dari daerah bali yang datang tapi karma dari Jawa, Lampung, dan Lombok juga akan ikut tangkil

Upacara di Pura Batukaru terbagi dalam dua bagian yaitu, pujawali dan upacara rutin pengrastitian subak, Pujawali digelar setiap Wraspati, Umanis, Dungulan atau Umanis Galungan, setiap 210 hari sekali.

Kepercayaan kepada roh leluhur  berdiam di puncak gunung dan bukit yang memiliki kekuatan gaib yang diyakini dapat menolak bahaya dan memberikan kesejahteraan.

Rabu, 24 Februari 2016

Pura Bukit Sari Sangeh Jejak Perjalanan Sakral Pohon Pala Dari Gunung Agung

Pura Bukit Sari Sangeh 
Jejak Perjalanan Sakral Pohon Pala Dari Gunung Agung 

pura sari sangeh, sejarah pura sari sangeh
gambar pura sari sangeh

Sejarah Perjalanan Pohon Pala

Diceritakan pada masa itu Putri dari Ida Batara di Gunung Agung berkeinginan untuk disungsung di Kerajaan Mengwi, atas kehendak beliau maka hutan pala yang berada di Gunung Agung tempat dari putri Ida Batara Gunung Agung bermukim pindah secara misterius pada waktu malam hari. 

Dari kawasan Gunung Agung di bagian timur Bali, Segerombolan pohon pala melakukan perjalanan dari Gunung Agung menuju kawasan Bali bagian barat. 

Perjalanan yang belum sampai di Kerajaan Mengwi, karena keadaan sudah siang dan telanjur ada yang mengetahui perjalanan itu, maka hutan pala tersebut tidak bisa berjalan lagi menuju Mengwi. 

perjalanan pohon pala, sejarah sangeh
gambar pohon pala di hutan sangeh

Pohon-pohon tersebut lalu menetap di sana dan berkembang menjadi hutan Sangeh hingga saat ini. 

Diceritakan lagi putra angkat dari Raja Mengwi yang pertama bernama I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorda Sakti Blambangan menemukan bekas bangunan pelinggih di daerah hutan pala tersebut. 

Atas penemuan tersebut Cokorda Sakti Blambangan memerintahkan untuk membangun kembali pura tersebut dan diberi nama Pura Bukit Sari. 

Yang dipuja di pura tersebut adalah Ida Batara Gunung Agung dan Batara Melanting. Pura Besakih di lereng Gunung Agung itu tergolong Pura Purusa atau sebagai jiwa dari Pulau Bali. 


Kawasan Pura Bukit Sari
Pura Bukit Sari berlokasi di tengah kawasan hutan pala tepatnya di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan yang dilindungi dan dilestarikan. 

Pasalnya, hutan ini merupakan satu-satunya hutan yang khusus terdiri dari kayu pala saja yang tidak ada di daerah lain. Demikian pula, kera-kera yang menjadi penghuninya ditetapkan juga sebagai cagar alam. Kawasan hutan sangeh dihuni oleh ratusan kera berwarna abu dan berekor panjang. 

Populasinya saat ini sekitar 700 ekor. Kawanan kera itu terbagi dalam tiga kelompok: kelompok barat, tengah, dan timur. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor kera jantan sebagai rajanya. 



Legenda Kera di Sangeh. 

kera di sangeh, patung rahwana, cerita rahwana
gambar patung 
maryarakat di sekitar tidak ada yang berani menggangu keberadaan kera di kawasan sangeh, karena diyakini kera ini suci yang disakralkan dan membawa berkah bagi masyarakat sangeh dan sekitarnya. 

Legenda menceritakan bahwa kera penghuni sangeh tersebut adalah seorang putri kerajaan Mengwi bernama Mayangsari yang sedang kasmaran. 

Karena saat bertunangan gagal, Putri kecewa kemudian melarikan diri ke hutan terdekat dan menjadi seorang pertapa. 

Di dalam pelariannya itu putri tidak memakai sehelai pakaian pun, sehingga harus memakai rambutnya yang panjang untuk menutupi bagian tubuhnya yang paling terlarang. Putri yang kecewa pun meninggal secara gaib dan masyarakat setempat percaya, bahwa dewi itu kini menjadi Bethari Mayangsari. 

Masyarakat sekitar juga mempercayai kera-kera tersebut merupakan hasil dari pertempuran dengan Rahwana yang kelelahan dan menetap di hutan sangeh.


Pohon Lanag wadon Yang Misterius 


pohon sangeh, pohon lanang wadon
Gambar pohon lanang wadon


Disebut Pohon Lanang Wadon, karena Pohon ini terlihat memiliki 'organ' layaknya manusia. Pada bagian bawah pohon itu berlubang sehingga menyerupai alat kelamin perempuan dan dari lubang tersebut muncul batang lainya yang terlihat seperti alat kelamin laki-laki. Dari fenomena tersebut pohon itu diberi nama Pohon Lanang Wadon yang berarti “Laki-laki dan Perempuan”. Pohon itu tumbuh persis di pelataran depan tempat wisata Sangeh 

Selasa, 23 Februari 2016

Pura Alas Kedaton Bangunan Peninggalan Dari Zaman Megalitikum Kuno

Pura Alas Kedaton
Bangunan Peninggalan Dari Zaman Megalitikum Kuno

gambar pura alas kedaton, sejarah pura alas kedaton
gambar pura alas kedaton

Pura Alas Kedaton atau Pura Dalem Kahyangan Kedaton berlokasi di tengah hutan yang dihuni oleh ribuan kera dan ratusan kelelawar-kelelawar besar.

Pura Alas Kedaton memiliki makna yaitu Alas itu adalah hutan sedangkan kedaton berarti kerajaan, jadi Pura Alas Kedaton bisa memiliki makna kerajaan di dalam hutan.

Upacara piodalan Pura ini diselenggarakan setiap 210 hari sekali atau jatuh pada hari Selasa (Anggara Kasih) dua puluh hari setelah Hari Raya Galungan

Sejarah Pura Alas Kedaton

gambar pura alas kedaton, sejarah pura alas kedaton
gambar pura alas kedaton
Pura Alas Kedaton merupakan bangunan peninggalan dari zaman megalitikum kuno, dibangun oleh Mpu Kuturan pada zaman kepemerintahan Raja Sri Masula Masuli yang bertahta pada tahun 1.178 masehi. Pura Alas Kedaton terletak di kawasan hutan Alas Kedaton di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. 

Di dalam kawasan hutan alas kedaton tumbuh aneka jenis tanaman dengan luasan sekitar 6,5 hektar banyak ditumbuhi pohon seperti pohon mahoni, klampuak, dau, dan total ada 24 jenis tanaman yang tumbuh di hutan ini.

Kawasan Hutan Alas Kedaton dapat terjaga kelestariannya sampai dikarenakan warga yang dari dahulu menjaga awig-awig (peraturan) yang tidak tertulis agar tidak menebang pohon atau pun mengganggu kera di kawasan hutan. 

gambar pura alas kedaton, sejarah pura alas kedaton
ambar pura alas kedaton

Penebangan pohon di kawasan ini hanya diperbolehkan jika digunakan untuk kepentingan Pura Alas Kedaton, seperti merenovasi bangun pelinggi yang rusak.

Bagi para pengunjung ataupun umat yang ingin bersembahyang tidak diperkenankan menghidupkan api atau dupa ke dalam kompleks Pura karena disimboliskan sebagai amarah atau hawa nafsu yang belum padam.

Prilaku kera di kawasan Pura Alas Kedaton tergolong kera yang ramah jika dibandingkan dengan kera di pura Uluwatu. Kera di kawasan ini dekat dengan pengunjung karena pengunjung sering memberin makan kacang-kacangan dan makanan ringan lainnya. 

Tetapi meskipun ramah, pengunjung dihimbau agar tetap berhati-hati karena mereka juga bisa menyerang ketika para kera ini merasa terganggu.

Minggu, 21 Februari 2016

Sejarah Mekepung, Balap Kerbau Dari Jimbaran

Sejarah Mekepung, Balap Kerbau Dari Jimbaran

gambar mekepung jembrana, bali
gambar mekepung jembrana, bali

Makepung yang pertama kali dilombakan pada tahun 1970-an, dahulu pakaian yang digunakan adalah pakain ala prajurit Kerajaan di Bali zaman dulu yaitu memakai destar, selendang, selempod, celana panjang tanpa alas kaki dan dipinggang terselip sebilah pedang yang memakai sarung poleng (warna hitam putih).

Tapi seiring berkembangnya jaman aturan dan kelengkapan dalam makepung ikut mengalami beberapa perubahan. Misalnya, baju yang dipakai sudah modern dan kerbau yang tadinya hanya seekor, sekarang menjadi sepasang. 

Kemudian, cikar atau gerobak untuk joki yang dulunya berukuran besar, kini diganti dengan yang lebih kecil Selain itu, kerbau peserta makepung sekarang juga lebih ‘modis’ dengan adanya berbagai macam hiasan berupa mahkota yang dipasang di kepala kerbau dan bendera hijau atau merah di masing-masing cikar.


Sejarah makepung di jembrana.

gambar mekepung jembrana, bali
gambar mekepung jembrana, bali
Mekepung dalam bahasa Indonesia berarti “kejar-kejaran” atau dunia lebih mengenal dengan nama Bullrace.

Berkembang sejak tahun 1930-an, berlokasi di desa Delod Brawah, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

Mekepung awalnya dimulai dari kehidupan masyarakat yang pada saat itu bertani, kegiatan petani pengolahan sawah mereka sebelum mereka menanam benih padi yang bajak lahan basah ke dalam lumpur dengan menggunakan bajak tradisional.

Saat berangkat ke sawah, pedati yang belum terisi muatan hasil panen akan terasa lebih ringan ditarik oleh pasangan kerbau tersebut.

Di sinilah sang kusir pedati mulai saling memacu kerbaunya hingga iring-iringan tersebut berubah menjadi ajang balap pedati menuju ke lokasi panen.

Balapan pedati pasca panen inilah yang kemudian menginspirasi adanya tradisi makepung di Jembrana .


Dampak positif tradisi mekepung.

Dengan digelarnya lomba mekepung ini, diharapkan dapat memberikan dampak yang baik terhadap pertanian dan peternakan, karena dengan diadakanya tradisi Mekepung ini, memberikan hal yang fositif untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian di jembrana.

Tradisi ini juga berdampak pada kegiatan masyarakat merasa terpacu untuk memelihara karbau agar bisa ikut berpartisipasi dalam lomba mekepung yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun.

Sekarang,Makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya menarik yang banyak ditonton oleh para wisatawan termasuk turis asing.

Dimana Makepung kini telah menjadi salah satu agenda atraksi wisata di Bali khususnya untuk daerah jembrana.

Jumat, 19 Februari 2016

Sejarah Pura Taman Ayun Taman Yang Indah Dari Kerajaan Mengwi

Sejarah Pura Taman Ayun

gambar pura taman ayun
gambar pura ayun tempo doloe

Sejarah nama pura taman ayun.

Pura Taman Ayun sekarang dahulu pada tahun 1634M 

dinamakan Pura taman Ahyun.Taman Ahyun diambil dari kata “Taman” yang berarti kebun dan “Ahyun” dari kata “Hyun” yang berarti keinginan 

jadi Pura berarti pura yang didirikan pada sebuah kebun yang dikelilingi oleh kolam yang dapat memenuhi keinginan. 

Kata Hyun kemudian seiring perkembaganya berubah menjadi “Ayun”. 

Namun pengertian Ayun ini sedikit berbeda dari kata Hyun tersebut. Kata Ayun ini berarti indah, cantik. 

Jadi Taman Ayun berarti sebuah taman atau kebun yang indah dan cantik.


gambar pura taman ayun
Gambar ilustrasi pembangunan pura


Sejarah pembangunan pura taman ayun.

Sejarahnya Pura Taman Ayun ini dibangun pada abad ke-17 tepatnya dimulai tahun 1632.

Dan selesai pada tahun 1634 oleh raja Kerajaan Mengwi yang pada saat itu mempunyai nama lain kerajaan "Mangapura", "Mangarajia", dan "Kawiyapura", yaitu I Gusti Agung Putu raja kerajaan mengwi saat itu. 

Dalam pembangunan Pura Taman Ayun Beliau dibantu oleh arsitek yang berasal dari seorang keturunan Cina dari Banyuwangi yang bernama Ing Khang Ghoew juga sering disebut I Kaco rekan dari Raja Mengwi. 

Pura Taman Ayun merupakan Pura Keluarga bagi Kerajaan Mengwi. Awalnya, pura ini didirikan karena pura-pura yang ada pada jama itu jaraknya terlalu jauh untuk dijangkau oleh masyarakat Mengwi. 

Maka dari itu, Sang Raja mendirikan sebuah tempat pemujaan dengan beberapa bangunan sebagai penyawangan (simbol) daripada 9 pura utama yang ada di Bali, seperti Pura Besakih, Pura Ulundanu, Pura Batur, Pura Uluwatu, Pura Batukaru, dan pura utama lainnya yang ada di Bali. 

gambar pura taman ayun
gambar pura taman ayun

Keberadaan dari Pura Taman Ayun ini terletak di Desa Mengwi, 

Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Suasana di dalam Pura Taman Ayun ini begitu menenangkan, menyaksikan kemegahan pura dengan pahatan-pahatan seni dari jaman kerajaan. 

Sedikitnya ada 10 bangunan meru, yang tertinggi sampai tumpang sebelas. 

Pura ini dikelilingi kolam besar, sehingga dari kejauhan, pura ini seolah-olah terapung. 

Areal pura ini luasnya mencapai empat hektar, ditumbuhi berbagai macam bunga dan pohon buah-buahan. Memang, dulu pura ini merupakan pertamanan tempat beriatirahat. 

Pemerintah Daerah Bali pernah mengusulkan kepada UNESCO, agar Pura Taman Ayun termasuk dalam World Heritage List.

Tradisi Mbed-Mbedan di Desa Adat Semate

Tradisi Mbed-Mbedan Desa Adat Semate

mbed-mbedan desa semate
gambar tradisi mbed-mbedan desa semate


            Di Dalam Raja Purana itu dikisahkan, bahwa seorang rsi yang bernama Rsi Mpu Bantas sedang melakukan perjalan suci ke sebuah hutan yang banyak ditumbuhi oleh kayu putih. Di hutan itu beliau Rsi Mpu Bantas bertemu dengan para keturunan Mpu Gnijaya. Beliau Rsi Mpu Bantas lalu bertanya kepada warga, kenapa mereka para warga keturunan mpu gnijaya berada di wilayah hutan yang ditumbuhi kayu putih itu. Warga keturunan mpu gnijaya  kemudian menjawab bahwa alas an mereka berada di hutan karena mereka tidak sependapat dengan tindakan rajanya. Karena Beliau Rsi Mpu Bantas mengetahui bahwa hutan yang banyak ditumbuhi kayu putih  itu angker, maka beliau Rsi Mpu Bantas menyarankan warga membuat tempat pemujaan agar selamat dari bahaya yang ada di hutan.

            Mendengar hal tersebut dari beliau Rsi Mpu Bantas Warga pun membuat tempat pemujaan. Setelah tempat pemujaan dibuat, warga lalu melakukan pertemuan untuk menentukan nama pura tersebut, namun pertemuan itu tidak berlangsung lancar,  terus terjadi tarik ulur antara warga. Setelah Lama tidak menemukan titik temu, Rsi Mpu Bantas lalu memberikan nama kahyangan tersebut dengan nama Putih Semate, dimana “Putih” diambil dari  karena melihat wilayah tersebut banyak ditumbuhi oleh kayu putih. Sedangkan “Semate” diambil  karena warga telah bersatu dalam pikiran dan tidak mau tunduk dengan orang lain dan berketetapan tinggal di wilayah ini, sehidup semati.
           
mbed-mbedan desa semate
gambar tradisi mbed-mbedan desa semate
            Setelah kejadian itu pura dan desa pun dibuatkan upacara pada tahun Çaka 1396 atau 1474 Masehi. Sebelum beliau Rsi Mpu Bantas meninggalkan Desa Semate menuju perjalanan ke arah utara, beliau Rsi Mpu Bantas sempat mengucapkan bhisama: ”Hai anak-anaku sekalian. Karena kalian dalam mengadakan musyawarah terjadi pembicaraan tarik ulur dalam mengambil suatu keputusan, sebagai tanda peringatan, wajib kalian melakukan upacara Mbed-mbedan setiap tahun yaitu pada sasih kedasa tanggal pisan (sehari setelah Nyepi) mohon keselamatan dan anugerah Tuhan/Hyang Batara dengan mengaturkan upakara daksina suci pada pura yang menjadi sungsungan kalian lengkap dengan segehan. Demikian harus diingat, jangan sampai dilupakan.”



            Kejadian tarik ulur di musyawarah dalam penamaan tempat pemujaan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya tradisi Mbed-mbedan atau dalam bahasa Indonesia berarti “saling tarik” . tradisi ini bertujuan untuk menghormati bhisama Rsi Mpu Bantas dalam suatu pengambilan keputusan yang saling tarik ulur dalam suatu musyawarah di Desa Adat Semate.
            Tradisi ini diadakan untuk pertama kali sekitar tahun saka 1396 atau 1474 masehi pada saat pemlaspasan berdirinya pura kahyangan tiga di Desa Adat Semate, , Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi-Badung..Tradisi Mbed-mbedan ini sempat ditiadakan sampai puluhan tahun lamanya, namun kemudian akhirnya dilaksanakan kembali di tahun 2011, bertepatan tanggal 1 pada sasih Kedasa, sehari setelah Hari Raya Nyepi.

mbed-mbedan desa semate
gambar tradisi mbed-mbedan desa semate


Seperti halnya sebuah perlombaan tarik tambang pada umumnya, namun yang digunakan tidaklah tali tambang namun  tali yang digunakan berasal dari batang pohon menjalar, yang oleh masyarakat Semate disebut bun kalot yang tumbuh di kuburan Desa Semate. Mbed-mbedan kemarin tak hanya diikuti generasi muda saja, tetapi juga orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Uniknya dalam tradisi mbed-mbedan ini ada krama /warga  yang ”bertugas” menggelitik tubuh peserta.Jadi Pada saat saling tarik- menarik berlangsung, krama yang bertugas  bertugas menggelitik tubuh peserta akan mengelitiki peserta mbed-mbedan. Peserta yang tak tahan gelitikan, akan melepas pegangannya, sehingga membuat kekuatannya menjadi melemah. Permainan dinyatakan selesai manakala peserta berhasil menarik tali yang dipegang lawan.


Rangkaian Mbed-mbedan dimulai dengan persembahyangan di Pura Desa/Puseh. Krama desa adat yang terdiri atas 65 KK masing-masing membawa sarana upacara berupa tipat bantal untuk dipersembahkan kepada Ida Batara. Setelah itu, krama desa menuju depan pura yang berada di ruas jalan Kapal – Abianbase untuk menggelar Mbed-mbedan.

“Titi Gonggang” Tempat Bersumpah Di Pura Gunung Raung

“Titi Gonggang” Tempat Bersumpah
Di Pura Gunung Raung

                Sejarah berdirinya Pura Gunung Raung tertulis di Dalam lontar Bali Tatwa.  Di dalam lontar diceritakan tentang seorang Rsi bernama Rsi Markandya  dalam perjalanannya dari Jawa Timur ke Bali. Beliau mendapat petunjuk agar melakukan samadi di pasraman beliau di Bali. 

pura gunung raung
Gambar pura gunung raung

Setelah kembali ke Bali lalu beliau mengadakan samadi ternyata Resi Markandya melihat ada sinar di suatu tempat. Nyala itu ternyata berasal dari sebatang pohon yang menyala. Di pohon yang menyala itulah Resi Markandya mendirikan Pura Gunung Raung sekarang. Pura Gunung Raung kemudian dikembangan zaman pemerintahan Raja Anak Wungsu  Berdasarkan prasasti yang dijumpai di Pura Gunung Raung diduga zaman Pura Gunung Raung di Taro ini sudah ada sebelum abad ke-11 Masehi

            Di Pura Gunung Raung terdapat Pelinggih Meru tumpang tiga tempat pemujaan kepada Ida Bhatara Sakti Sesuhunan di Pura Gunung Raung. Kemudian di dalam Pura Gunung Raung juga dibangun bale kulkul (kentongan yang berukuruan besar) sakral yang hanya dibunyikan pada saat Ida Bhatara dimohonkan untuk turun dari kahyangan bila akan dilaksanakan upacara melasti.

pura gunung raung
Gambar pura gunung raung

            Ada banyak keunikan di Pura Gunung Raung ini salah satunya adalah titi gonggang atau jembatan yang labil. Dua buah titi gonggang dipercaya oleh  masyarakat Desa Taro sebagai tempat bagi orang yang ingin bersumpah. Di titi gonggang itu bisanya sumpah itu dilaksanakan. Bila orang tersebut bisa melewati titi gonggang berarti orang itu memang berprilaku benar sedangkan jika jatuh berarti berprilaku salah.


            Pujawali di Pura Agung Gunung Raung sendiri dilaksanakan tiap Buda Kliwon Ugu. Pura Gunung Raung ini terletak di Desa Taro, Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianyar. Pura Gunung Raung ini terletak di hilir atau teben dari Banjar Taro Kaja dan di hulu atau luwan Banjar Taro Kaja. Pendirian Pura Agung Gunung Raung ini merupakan bukti jejak dari perjalan seorang Rsi bernama Rsi Markandya  dalam perjalanannya dari Jawa Timur ke Bali.

Pura Gunung Kawi Makam Raja Jaman Dinasti Marwadewa

Pura Gunung Kawi 
Makam Raja Jaman Dinasti Marwadewa

            Pura Gunug Kawi secara etimologi dapat diambil dari dua kata yaitu “Gunung” dan “Kawi”  dimulai dari kata “Gunung”, yang berarti tumpukan tanah yang tinggi yang memiliki puncak (pegunungan) dan “Kawi”, yang berarti pahatan, sehingga Gunung Kawi mempunyai arti sebagai pahatan yang terdapat di pegunungan atau Candi yang dipahat di atas gunung. Pura Gunug Kawi terdapat di kabupaten Gianyar, Tepatnya terletak di Sungai Pakerisan, Dusun Penangka, Desa Sebatu, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, Bali. Candi ini ditemukan oleh peneliti Belanda sekitar tahun 1920 oleh Residen H.T. Damste.

pura gunung kawi
Gambar sejarah gunung kawi


            Menurut sejarahnya Pura Gunung Kawi  ini dibangun kira-kira pada abad ke-11 Masehi yaitu pada masa kepemerintahan Raja Udayana. Raja Udayana berpermaisuri seorang puteri dari Jawa yang bernama Gunapriya Dharma Patni. Dari pernikahan Raja Udayana dan Putri Gunapriya Dharma Patni melahirkan tiga orang putra bernama Erlangga, Marakata dan  Wungsu. Pada saat dewasa putra sulung dari Raja Udayana, yaitu Airlangga pergi ke Jawa Timur kemudian diangkat menjadi Raja Kediri menggantikan kakeknya yaitu Mpu Sendok.

pura gunung kawi
Gambar sejarah gunung kawi

            Diceritakan Raja Udayan pun wafat, Saat Raja Udayana wafat, tahta kerajaan pun  diserahkan kepada putranya yaitu Raja Marakata yang kemudian diteruskan kepada Raja Wungsu. Raja Marakata lalu membangun Candi Gunung Kawi sebagai tempat pemujaan bagi arwah sang ayah, Raja Udayana yang merupakan salah satu raja terkenal di Bali yang berasal dari Dinasti Marwadewa. Salah satu bukti arkeologis untuk menguatkan asumsi tersebut adalah tulisan di atas pintu-semu yang menggunakan huruf Kediri yang berbunyi “haji lumah ing jalu” yang bermakna sang raja yang disemayamkan di Jalu. Raja yang dimaksud adalah Raja Udayana. Sedangkan kata jalu yang merupakan sebutan untuk taji (senjata) pada ayam jantan, dapat diasosiasikan juga sebagai keris atau pakerisan. Nama Sungai Pakerisan atau Tukad Pakerisan inilah yang kini dikenal sebagai nama sungai yang membelah dua tebing Candi Kawi tersebut.

pura gunung kawi
Gambar sejarah gunung kawi


            Selain cerita tentang Raja Udayana yang merupakan cikal bakal berdirinya Pura Gunung Kawi di masyarakat juga beredar cerita tentang Kebo Iwa orang yang sakti madraguna. Deceritakan Kebo Iwa menggunakan Kukunya yang tajam dan kuat untuk membuat lubang-lubang dinding di candi batu cadas tersebut.

            Di dalam  Pura Gunung Kawi Tampaksiring ini  terdapat makam Raja Wungsu anak  Raja Udayana serta makam Ayahnya Raja Udayana, sehingga tak heran bila kompleks pura ini disebut pula sebagai makam Dinasti Warmadewa. Pada Pura Gunung Kawi  berada Di antara areal persawahan bertingkat dengan sistem irigasi tradisional subak, terdapat 10 candi yang dipahat pada dinding tebing batu pasir. Untuk menuju ke pura kita harus menuruni sekitar 320 anak. Ada 3 pura bernama Gunung Kawi di Bali, kebetulan semuanya berada di kabupaten Gianyar. Seperti halnya Pura Gunung Kawi Tampak Siring, Pura Gunung Kawi Sebatu merupakan obyek wisata yang terkenal