Jumat, 19 Februari 2016

Tradisi Mbed-Mbedan di Desa Adat Semate

Tradisi Mbed-Mbedan Desa Adat Semate

mbed-mbedan desa semate
gambar tradisi mbed-mbedan desa semate


            Di Dalam Raja Purana itu dikisahkan, bahwa seorang rsi yang bernama Rsi Mpu Bantas sedang melakukan perjalan suci ke sebuah hutan yang banyak ditumbuhi oleh kayu putih. Di hutan itu beliau Rsi Mpu Bantas bertemu dengan para keturunan Mpu Gnijaya. Beliau Rsi Mpu Bantas lalu bertanya kepada warga, kenapa mereka para warga keturunan mpu gnijaya berada di wilayah hutan yang ditumbuhi kayu putih itu. Warga keturunan mpu gnijaya  kemudian menjawab bahwa alas an mereka berada di hutan karena mereka tidak sependapat dengan tindakan rajanya. Karena Beliau Rsi Mpu Bantas mengetahui bahwa hutan yang banyak ditumbuhi kayu putih  itu angker, maka beliau Rsi Mpu Bantas menyarankan warga membuat tempat pemujaan agar selamat dari bahaya yang ada di hutan.

            Mendengar hal tersebut dari beliau Rsi Mpu Bantas Warga pun membuat tempat pemujaan. Setelah tempat pemujaan dibuat, warga lalu melakukan pertemuan untuk menentukan nama pura tersebut, namun pertemuan itu tidak berlangsung lancar,  terus terjadi tarik ulur antara warga. Setelah Lama tidak menemukan titik temu, Rsi Mpu Bantas lalu memberikan nama kahyangan tersebut dengan nama Putih Semate, dimana “Putih” diambil dari  karena melihat wilayah tersebut banyak ditumbuhi oleh kayu putih. Sedangkan “Semate” diambil  karena warga telah bersatu dalam pikiran dan tidak mau tunduk dengan orang lain dan berketetapan tinggal di wilayah ini, sehidup semati.
           
mbed-mbedan desa semate
gambar tradisi mbed-mbedan desa semate
            Setelah kejadian itu pura dan desa pun dibuatkan upacara pada tahun Çaka 1396 atau 1474 Masehi. Sebelum beliau Rsi Mpu Bantas meninggalkan Desa Semate menuju perjalanan ke arah utara, beliau Rsi Mpu Bantas sempat mengucapkan bhisama: ”Hai anak-anaku sekalian. Karena kalian dalam mengadakan musyawarah terjadi pembicaraan tarik ulur dalam mengambil suatu keputusan, sebagai tanda peringatan, wajib kalian melakukan upacara Mbed-mbedan setiap tahun yaitu pada sasih kedasa tanggal pisan (sehari setelah Nyepi) mohon keselamatan dan anugerah Tuhan/Hyang Batara dengan mengaturkan upakara daksina suci pada pura yang menjadi sungsungan kalian lengkap dengan segehan. Demikian harus diingat, jangan sampai dilupakan.”



            Kejadian tarik ulur di musyawarah dalam penamaan tempat pemujaan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya tradisi Mbed-mbedan atau dalam bahasa Indonesia berarti “saling tarik” . tradisi ini bertujuan untuk menghormati bhisama Rsi Mpu Bantas dalam suatu pengambilan keputusan yang saling tarik ulur dalam suatu musyawarah di Desa Adat Semate.
            Tradisi ini diadakan untuk pertama kali sekitar tahun saka 1396 atau 1474 masehi pada saat pemlaspasan berdirinya pura kahyangan tiga di Desa Adat Semate, , Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi-Badung..Tradisi Mbed-mbedan ini sempat ditiadakan sampai puluhan tahun lamanya, namun kemudian akhirnya dilaksanakan kembali di tahun 2011, bertepatan tanggal 1 pada sasih Kedasa, sehari setelah Hari Raya Nyepi.

mbed-mbedan desa semate
gambar tradisi mbed-mbedan desa semate


Seperti halnya sebuah perlombaan tarik tambang pada umumnya, namun yang digunakan tidaklah tali tambang namun  tali yang digunakan berasal dari batang pohon menjalar, yang oleh masyarakat Semate disebut bun kalot yang tumbuh di kuburan Desa Semate. Mbed-mbedan kemarin tak hanya diikuti generasi muda saja, tetapi juga orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Uniknya dalam tradisi mbed-mbedan ini ada krama /warga  yang ”bertugas” menggelitik tubuh peserta.Jadi Pada saat saling tarik- menarik berlangsung, krama yang bertugas  bertugas menggelitik tubuh peserta akan mengelitiki peserta mbed-mbedan. Peserta yang tak tahan gelitikan, akan melepas pegangannya, sehingga membuat kekuatannya menjadi melemah. Permainan dinyatakan selesai manakala peserta berhasil menarik tali yang dipegang lawan.


Rangkaian Mbed-mbedan dimulai dengan persembahyangan di Pura Desa/Puseh. Krama desa adat yang terdiri atas 65 KK masing-masing membawa sarana upacara berupa tipat bantal untuk dipersembahkan kepada Ida Batara. Setelah itu, krama desa menuju depan pura yang berada di ruas jalan Kapal – Abianbase untuk menggelar Mbed-mbedan.