Kamis, 04 Februari 2016

Raksasa Kalarau Cerita Bulan Kepangan

Raksasa Kalarau Cerita Bulan Kepangan

raksasa kalarau
Raksasa kalarau Cerita Bulan Kepangan

            Bulan Kepangan (Gerhana Bulan) terjadi ketika posisi Bumi berada di antara Bulan dan Matahari, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh Bumi. Di bali Gerhana Bulan memilki cerita tersendiri tentang bagaimana bisa terjadinya Gerhana Bulan. Cerita Gerhana Bulan tidak lepas dari cerita Raksasa Kalarau, cerita yang sangat terkenal di kalangan masyarakat bali.

            Raksasa Kalarau putra dari sang Wipracitti dan sang Singhika merupakan Raksasa yang  terbentuk dari sebuah kepala tanpa badan. sosok raksasa yang abadi karena ikut meminum tirta amerta (air keabadian) saat menyamar menjadi dewa dalam pembagian tirta amerta (air suci kehidupan/keabadian.)

            Berawal dari pemutaran gunung Mandara Giri oleh para dewa, dan raksasa di lautan Ksirarnawa untuk mendapatkan “Tirtha Amertha” atau Tirtha Kamandalu air suci yang dapat membuat seseorang hidup abadi. Dalam pengadukan lautan susu tersebut, Dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura sebagai penyangga gunung Mandara agar gunung tersebut tidak tenggelam. Naga Basuki membelit gunung tersebut sebagai tali yang kemudian ditarik oleh Para Dewa dan Raksasa. Ditarik secara beraturan sehingga gunung Mandara mengaduk lautan Ksirarnawa. Dengan semangatnya para dewa, dan raksasa berusaha mengaduk lautan Ksirarnawa dengan memutar gunung Mandara. Lautan menjadi bergemuruh, Setelah itu keluarlah berbagai dewi, binatang, dan berbagai harta karun bertuah. Akhirnya, keluarlah Dewi Dhanwantari membawa kendi yang berisi tirta amerta.  Harta Karun pun dibagikan kepada para Dewa dan raksasa. Raksasa  menuntut tirta amerta dimiliki oleh mereka. Tirta amerta pun kemudian dikuasai oleh para raksasa.

            Melihat tirta amerta berada di tangan raksasa, Dewa Wisnu menjadi khawatir dan memikirkan siasat untuk merebutnya. Dewa Wisnu pun mengubah wujudnya menjadi seorang dewi cantik bernama Mohini untuk memikat hati para raksasa. Mereka pun akhirnya terpikat oleh kecantikan Mohini dan menyerahkan tirta amerta tersebut kepadanya. Setelah mendapatkan tirta amerta, dewi Mohini pun lari sembari berubah wujud menjadi Dewa Wisnu.

raksasa kalarau
Raksasa kalarau Cerita Bulan Kepangan
            Di Wisnu loka tirta amerta pun dibagi-bagikan kepada para dewa sehingga mereka hidup abadi. Mengetahui hal tersebut, raksasa yang merupakan anak sang Wipracitti dan sang Singhika bernama Raksasa Kalarau merubah wujudnya menyamar menjadi dewa dan pergi ke wisnu loka untuk dapat meminum tirta amerta tersebut. Tepat ketika Raksasa Kalarau yang menyamar tersebut mendapat giliran meminum tirta amerta, Dewi Ratih memberitahukan kepada dewa Wisnu bahwa dewa itu penyamaran dari  Raksasa Kalarau, dewa Wisnu kemudian melemparkan cakramnya dan memenggal kepala Raksasa Kalarau. Tetapi pada waktu itu tirta sudah terminum hingga di bagian leher, sehingga Raksasa Kalarau dapat hidup abadi tapi hanya sebatas. Sisa penggalan berupa potongan tubuh tanpa kepala tersebut jatuh ke Bumi, dan menjadi lesung, kentongan dan batang pohon. Raksasa Kalarau tahu bahwa rencananya gagal karena  Dewi Ratih (Dewi Bulan) merasa dendam kepada Dewi Ratih.

            Maka pada suatu waktu di saat sang dewi berjalan-jalan di angkasa, Raksasa Kalarau mencoba mengejarnya mendekap dengan cara menelannya. Manusia di bumi yang mengetahui bahwa badan Raksasa Kalarau yang jatuh kebumi menjadi kentongan berusaha menolong Dewi Ratih Untuk mengalihkan perhatian Kala Rau, masyarakat Bali memuku-mukul kentongan agar ia mengurungkan niatnya menelan Dewi Ratih Kalaupun dewi bulan berhasil ditelan oleh Kala Rau, tentunya ia akan keluar lagi melalui leher yang putus itu. Begitulah setiap Raksasa Kalarau menelan Dewi Ratih terjadilah Gerhana Bulan

            Itulah cuplikan kisah tentang terjadinya gerhana, khususnya gerhana bulan, yang masih diyakini masyarakat Hindu di Jawa dan Bali. Rau atau Rahu menurut astronomi Hindu adalah salah satu “planet” hasil perpotongan orbit bulan dan ekliptika (lintasan matahari). Menurut astronomi Hindu ada sembilan planet (nawagraha) yang mengelilingi Bumi (faham geosentris), yaitu Aditya (Matahari), Candra (Bulan), Manggala (Mars), Budha (Merkurius), Brhaspati (Yupiter), Sukra (Venus), Sani (Saturnus), Rahu (simpul atas), dan Ketu (simpul bawah). Urutan nam-nama planet, kecuali Rahu dan Ketu, diadopsi menjadi nam-nama hari dalam pekan tujuh hari (saptawara), yaitu Aditya (Minggu), Candra atau Soma (Senin), Manggala atau Anggara (Selasa), Budha (Rabu), Brhaspati atau Guru (Kamis), Sukra (Jumat), Sani atau Sanescara (Sabtu).

            Dalam cerita memiliki makna keimanan dalam diri setiap orang. Musnahkan sifat-sifat raksasa dalam diri, jangan menjadi Raksasa Kalarau (Nuju Peteng/ketika kegelapan datang). Orang yang berilmu pengetahuan hendaknya seperti bulan Purnama, memberi kesejukan dan penerangan bagi semuanya.


dikutip dari banyak sumber//