Kamis, 18 Februari 2016

Sejarah Tradisi Ngelawang Untuk Mengusir Roh-Roh Jahat

Sejarah Tradisi Ngelawang

Selain tradisi tektekan dan medmedan ada juga yang tradisi yang populer yaitu tradisi ngelawang yang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengusir pengaruh negatif dan juga sebagai seni hiburan bagi masyarakat.

Ngelawang dari kata ngelawang kata akhir diambil dari kata "lawang" yang artinya “pintu” dan ditambah awalan “nge”. Tradisi ngelawang ini bertujuan untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi penduduk dari wabah atau penyakit yang diakibatkan oleh roh-roh (bhuta kala), serta agar warga desa diberikan keselamatan dan kerahayuan. 

Pada saat berlangsung Ngelawang mereka akan berkeliling banjar / desa, menarikan barong tersebut dari rumah ke rumah. Tradisi Ngelawang biasanya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali (210 hari) di antara Hari raya Galungan dan Kuningan. 

gambar ngelawang
gambar ngelawang



Namun Kadang-kadang barong yang Ngelawang mengelilingi desa bukan hanya pada hari raya Galungan atau kuningan saja, disaat banyak wabah terjadi di tempat tersebut, maka pada Saat itulah banyak desa pakraman yang melakukan Ngelawang. 
Barong ngelawang ini di masing-masing desa pakraman atau daerah tertentu tradisinya berbeda-beda. Mulai dari Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong Brutuk, serta Barong-barongan.

Namun seiring berkembangnya jaman, Tradisi ngelawang digunakan sebagai hiburan bagi setiap rumah yang disinggahi oleh para penari lawang kemudian mereka akan dibayar sekedarnya sebagai ucapan terima kasih.

Tradisi ngelawang ini berawal dari kisah tentang Betara Siwayang mengutuk Dewi Uma turun ke dunia dan berubah menjadi Dewi Durga. Selama berada di dunia, Dewi Durga melakukan tapa semadi. 

Diceritakan, saat Dewi Durga bersemadi menghadap ke arah utara, maka muncullah wabah penyakit yang disebut gering lumintu. Wabah mematikan ini menyerang sekalian manusia penghuni dunia.

Lalu, ketika Dewi Durga bersemadi menghadap ke barat, munculah wabah penyakit yang disebut gering hamancuh. Ketika bersemadi menghadap ke selatan, muncul wabah gering rug bhuana. Dan saat bersemadi menghadap ke timur, terjadilah wabah penyakit. 

Banyak penghuni bumi yang meninggal dunia karenanya. Hal ini membuat gundah Sang Hyang Tri Murti (Brahma, Wisnu, dan Siwa). Beliau kemudian turun ke dunia dan masing-masing berubah wujud. Betara Brahma menjadi topeng bang, Wisnu berubah wujud menjadi telek, dan Siwa menjadi barong.

Masing-masing dewa diberikan tugas sebagai pragina (penari), penabuh, dalang dan lainnya. Seluruh dewata itu kemudian menghibur manusia di dunia. Karena seluruh umat manusia berbahagia lantaran suguhan kesenian para pragina, juru tabuh dan dalang itu, dunia pun kembali tenang, dan damai.

gambar ngelawang
gambar ngelawang

Penampilan barong bangkung dalam tradisi ngelawang sangat sederhana, namun memiliki arti ritual yang kental, dan bahkan menjadi sebuah pertunjukan seni juga, apalagi anak-anak mereka sangat menyukainya, menjadikannya sebagai tontonan menarik. Bagi kaum dewasa bisa menjadi kesempatan yang baik, menghaturkan sesari berupa sejumlah uang seiklasnya.