Pages

Rabu, 27 Januari 2016

Ayunan tradisi unik dari Desa Tenganan

Ayunan tradisi unik dari Desa Tenganan

gambar tradisi ayunan desa tenganan
gambar tradisi ayunan desa tenganan

Ayunan adalah permainan yang sering dilakukan anak-anak untuk bersenang-senang tapi bagaimana jika bermain ayunan setinggi 5 meter, hanya ada di Desa Tenganan Pengringsing, Karangasem.

Inilah “tradisi ngayunan damar” dilakukan setahun sekali biasanya jatuh pada bulan Juni dan Juli setelah pegelaran Mekare-kare (Perang Pandan).

Ayunan yang digunakan dalam prosesi ini adalah ayunan warisan nenek moyang yang tidak boleh sembarangan dimainkan. Setelah dipasang, ayunan harus diupacarakan terlebih dahulu. 

gambar tradisi ayunan desa tenganan
gambar tradisi ayunan desa tenganan

Tradisi ayunan ini dimainkan oleh 8 orang gadis belia yang disebut dengan “truni daha” di truni daha ini nantinya akan dipilih lagi untuk mengenakan mahkota yaitu “truni daha miik” gadis yang belum kena datang bulan.

Jika truni daha miik tidak ada bisa digantikan oleh truna (laki-laki) yang belum meranjak usia dewasa. Dalam penyelenggaraan tradisi ini para truni daha menggunakan pakaian rangrang kain tradisional berwarna ke-emasan khas masyarakat bali aga.

Permainan ayunan pun dimulai bertempat di halaman desa para ke 8 truni daha naik ke atas ayunan dan menempati posisi masing-masing. Di sebelah kanan dan kiri tiang sudah siap dua orang truna (pemuda) yang siap mengayunka ayunan. 

gambar tradisi ayunan desa tenganan
gambar tradisi ayunan desa tenganan

Ayunan pun diputar Nampak para truni daha terlihat senang dan ria ada juga yang sedikit takut karena ayunan ini memang cukup tinggi.

sambil diiringi gamelan selonding yang dimainkan oleh para penabuh membuat suasana semakin meriah. Dalam mengayunkanya pun tidak boleh sembarang harus di putar tiga kali ke arah selatan selanjutnya tiga kali kea rah utara begitu seterusnya selama tiga kali berturut-turut.

gambar ayunan bali
gambar Ayunan Tempo Doloe

Makna dari tradisi ngayun damar secara sederhana berguna untuk mempererat persahabatan. Namun arti secara mendalam belum banyak diketahui.

Dan asal-usulnya pun masih simpang-siur tapi krama desa tenganan yang merupakan orang bali mula atau bali aga (orang bali asli bukan majapahit) tetap menjaga tradisi leluhur selama ratusan tahun secara turun-temurun.